Pemerintah Pasang Target Penerimaan Cukai Naik, Industri Harap-Harap Cemas

Jakarta –
Pada Nota Keuangan Rancangan Aturan Pendapatan dan Penerimaan Negara (RAPBN) Tahun Aturan 2025, pemerintah menargetkan peningkatan penerimaan cukai sebesar 5,9% menjadi Rp244,198 triliun. Hal ini mengakibatkan industri yg dibebani cukai, khususnya industri hasil tembakau yang menjadi kontributor utama penerimaan cukai, mulai menghadapi tantangan yang lebih berat ke depannya.
Berdasarkan keterangan Kementerian Keuangan, penerimaan Cukai Hasil Tembakau (CHT) di tahun 2023 cuma meraih Rp213,5 triliun atau 91,8% dari target 2023. Target CHT kembali terancam tidak tercapai di tahun 2024. Pasalnya, sampai Juli 2024, realisasi CHT gres meraih Rp111,4 triliun atau 48% dari target sebesar Rp230,4 triliun, walaupun pemerintah telah mengoptimalkan tarif CHT sebesar 10% di tahun 2023 dan 2024.
Maka, kebijakan CHT pada tahun 2025 dibutuhkan sanggup menimbang daya beli penduduk mengingat tidak tercapainya target penerimaan negara dari dua tahun terakhir.
Menanggapi hal tersebut Ketua Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Daerah spesial Yogyakarta Triyanto menganggap peningkatan target penerimaan cukai di tahun 2025 dibutuhkan tidak dibarengi dengan peningkatan tarif CHT. “Sasaran penerimaan dari sektor cukai naik lagi di tahun depan, memiliki arti pemerintah ini kan mengabaikan usulan-usulan dari aneka macam pihak buat tidak mengoptimalkan tarif cukai hasil tembakau,” kata ia dalam informasi tertulis, Kamis (29/8/2024).
Triyanto menyertakan pihaknya turut menyesalkan pengakuan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 yang baru-baru ini ditangani oleh Kepala Negara Joko Widodo. Hal ini dikarenakan dalam PP tersebut terdapat banyak pasal-pasal yg merugikan industri tembakau.
Baca juga: Sri Mulyani Mau Cukai Minuman Berpemanis Diterapkan di 2025 |
Oleh sebab itu, jika pemerintah menyertakan rencana peningkatan CHT yang tinggi, maka dampaknya mulai kian mematikan IHT. Ia kalut dampaknya akan kian menekan harga materi baku di level petani.
Selain itu, akhir aneka jenis tekanan dari hukum tersebut, pabrikan rokok mempunyai potensi meminimalisir produksinya yg mengakibatkan serapan panen petani terancam turun dan puncaknya sanggup terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) massal.
Tak cuma itu, lanjutnya, produk rokok ilegal mulai kian merebak dan mengakibatkan kerugian untuk negara dan segala ekosistem IHT.
“(Rencana) peningkatan tarif cukai dan terbitnya PP 28/2024 di waktu yg berdekatan betul-betul mulai mengancam industri tembakau. Bahkan, betul-betul sanggup mematikan mata pencaharian kalian,” ujar dia.
Ketua DPC APTI Pamekasan, Jawa Timur, Samukrah, turut menyodorkan keberatan kepada rencana peningkatan tarif cukai hasil tembakau buat tahun 2025.
Menurutnya, hal tersebut akan mengerek peningkatan harga produk hasil tembakau yang mempunyai potensi memaksa pabrik bagi meminimalisir hasil produksi, yang artinya akan ada penurunan undangan materi baku yang dihasilkan oleh petani tembakau.
“Kalau pemerintah itu mengoptimalkan cukai, niscaya mulai menekan keberlangsungan industri. Ketika industri ditekan sehingga menghasilkan produksinya tak laris sebab peningkatan harga rokok yg tinggi, maka barang kita juga menjadi tidak laris atau cuma laris sebagian,” ujarnya.
Oleh sebab itu, Samukrah berharap pemerintah tidak melakukan peningkatan cukai hasil tembakau yg tinggi di tahun depan. “Sejak dulu, peningkatan cukai yg tinggi menampilkan bahaya tersendiri buat para petani tembakau. Kami berharap bagi peningkatan cukai tahun depan hanya sesuatu digit,” tutupnya.