Daya Beli Penduduk Ri Masih Rendah, Pemerintah Perlu Genjot Sektor Riil

Jakarta –
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat konsumsi rumah tangga memperlihatkan peran serta sebesar 54,04% kepada perkembangan ekonomi 2024 dan berkembang 4,94%. Pertumbuhan ini lebih baik jikalau dibandingkan 2023 yg berkembang 4,82%. Namun konsumsi rumah tangga RI ini dinilai masih rendah.
Ekonom senior INDEF Tauhid Ahmad berpendapat, perkembangan konsumsi rumah tangga di bawah 5% ini merefleksikan daya beli penduduk Indonesia masih lemah.
“Kalau kalian lihat, mengacu ke laporannya BPS, konsumsi rumah tangga kita belum sanggup tembus di atas 5%” kata Tauhid dalam program Outlook Ekonomi dewan perwakilan rakyat dipersembahkan oleh Komisi XI dewan perwakilan rakyat RI bareng dan disokong oleh PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk, PT Pertamina (Persero), PT Bank Berdikari (Persero) Tbk, Jakarta, Rabu (5/2/2024).
Tauhid beropini untuk sanggup mengoptimalkan konsumsi penduduk ini, pemerintah mesti menggenjot sektor-sektor riil. Sebab sektor inilah yang sanggup secara pribadi memajukan pemasukan penduduk sehingga daya beli sanggup ikut meningkat.
“Saya kira ini yg kemudian menjadi poin bagaimana pendekatan lain yang kemudian sanggup memajukan daya beli. Daya beli ini yg perlu tadi mungkin disampaikan Pak CT (Chairul Tanjung), sektor riil ini yg semestinya sanggup bekerja,” terangnya.
“Kita bersyukur memang ini ada upaya efisiensi (anggaran K/L), hanya kan alokasi ke sektor riil-nya ini belum disampaikan. Baru kita efisiensi ya. Memang sudah ada untuk makan berisi gratis, namun kalau nilainya hanya segitu, rasanya buat sektor riil belum berkembang lebih besar,” sambung Tauhid.
Baca juga: Bahaya Perang Dagang AS-China, RI Dapat Kena Getahnya |
Tauhid mencontohkan pemerintah sanggup menunjukkan pertolongan atau pelengkap insentif bagi sektor industri dalam negeri yg dikala ini masih dalam tekanan. Contohnya industri tekstil dan bantalan kaki ataupun sektor padat karya lainnya.
“Misalnya apa, buat industri atau untuk apa yg kemudian sanggup menumbuhkan lapangan pekerjaan gres atau pendapatan. Ini yang kemudian mungkin sanggup dikeluarkan kebijakan-kebijakan gres dari yg telah ada,” terang Tauhid.
“Memang kemarin telah ada paket insentif, namun rasanya masih kurang untuk mendorong daya beli penduduk tumbuh, utamanya di menengah bawah. Apalagi untuk beberapa industri yg kini ini layoff. Tekstil kemudian bantalan kaki dan sebagainya,” jelasnya lagi.
Belum lagi sejumlah sektor padat karya ini diprediksi akan kian frustasi imbas perang jualan antara Amerika Serikat (AS) dengan sejumlah negara menyerupai Kanada, Meksiko, dan China. Membuat dorongan di sektor riil ini menjadi kian utama untuk dikerjakan.
“Ini mesti dibangkitkan lagi yang kemudian sanggup (daya beli) berkembang begitu. Kaprikornus saya kira itu yg perlu dilaksanakan ya. Mungkin lewat teman kerjanya, Komisi XI dengan pemerintah bagaimana ini sanggup memperkuat perkembangan ya,” terperinci Tauhid.
Secara terpisah, sebelumnya Founder & Chairman CT Corp Chairul Tanjung menganggap sektor riil perlu lebih diikutsertakan dalam bauran kebijakan ekonomi nasional. Terutama jikalau pemerintah dikala ini betul-betul ingin mengejar-ngejar target Indonesia Emas 2045.
“Akan elok kalau bauran kebijakan itu juga mengikutsertakan sektor riil. Kaprikornus bauran kebijakan antara fiskal, moneter dan sektor riil inilah yg sanggup menghasilkan orkestrasi Indonesia menuju kala emas 2045,” ujar CT.
Pria yg dekat disapa CT ini mengungkapkan bahwa keikutsertaan sektor riil tersebut perlu dilaksanakan karena selama ini perkembangan ekonomi Indonesia lebih banyak didorong oleh sektor rill dan investasi. Ad interim itu, Aturan Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2025 hanya berkontribusi sebanyak 6-8%.
Simak Video: CT Sarankan Sektor Riil Diikutsertakan dalam Bauran Kebijakan Ekonomi RI
outlook ekonomi dprkonsumsi rumah tanggapertumbuhan ekonomisektor riilkebijakan ekonomibantuan pemerintahindustri dalam negeri