Berita Ekonomi Bisnis

Akademisi Ugm Soroti Kurangnya Tugas Pemerintah Dalam Pertentangan Finns-Desa Adat

Tangkapan layar pesta kembang api di saat  umat Hindu menggelar ritual keagamaan di Pantai Berawa, Kuta Utara, Badung, Bali.
Foto: Tangkapan layar pesta kembang api di saat umat Hindu menggelar ritual keagamaan di Pantai Berawa, Kuta Utara, Badung, Bali.

Badung

Konflik antara Finns Beach Club dan penduduk budpekerti di Bali mencuat di ketika perhelatan pesta kembang api di Pantai Berawa, Kuta Utara, Badung, yang bertepatan dengan upacara budpekerti penduduk setempat. Insiden ini menyebabkan kecaman dari banyak sekali pihak, khususnya umat Hindu yang merasa simbol-simbol keagamaan mereka dilecehkan oleh program hiburan yg diadakan kelab tersebut.

Dosen Fakultas Hukum (FH) Universitas Gadjah Mada (UGM), Tody Primer, menyinari kurangnya tugas pemerintah dalam pertentangan ini. Tody menganggap pemerintah mempunyai tugas utama untuk menjembatani kepentingan budpekerti dan industri pariwisata. Sebab, desa budpekerti mempunyai peraturan setempat atau awig-awig yang besar lengan berkuasa dalam mengendalikan kehidupan penduduk sehari-hari.

Baca juga: Hasil Sidak DPRD ke Finns: 1.400 Tenaga Kerja Bali, 20 Orang Asing

Di segi yang lain, Finns Beach Club beroperasi menurut izin resmi dari pemerintah Bali, yang berkonsentrasi pada faktor ekonomi dan donasi pendapatan daerah. Keberadaan beach club ini disokong oleh pemerintah, meskipun penduduk budpekerti menuntut tanggung jawab terhadap efek budaya yang ditimbulkan oleh aktivitas hiburan di sana.

Menurutnya, perkara Finns Beach Club menggambarkan tarik-menarik kepentingan antara penduduk budpekerti dan industri pariwisata yg kian kompleks di Bali. “Kenyataan ini bukan hanya soal sesuatu pihak melanggar adat, tapi merefleksikan kontestasi ruang dan pluralisme aturan di Bali,” ujar Tody, Senin (28/10/2024) dilansir dari detikTravel.

Tody menyarankan mudah-mudahan hukuman budpekerti sanggup menjadi alat perundingan antara penduduk budpekerti dan pengurus beach club. Hukuman tersebut, seumpama denda atau keharusan menjalankan upacara usul maaf di pura desa adat, sanggup menjadi penyelesaian tenang dalam menyelesaikan konflik. “Misalnya, pembayaran sejumlah denda dan juga keharusan bagi menjalankan upacara usul maaf atau penyucian di pura milik desa,” terang Tody.

Namun, Tody juga memastikan hukuman budpekerti ini tidak efektif tanpa sumbangan pemerintah. Tanpa adanya keterlibatan pemerintah, desa budpekerti tak mempunyai daya paksa yg besar lengan berkuasa untuk menerapkan hukuman terhadap entitas luar seumpama beach club. “Tanpa sumbangan dari pemerintah, desa budpekerti susah menetapkan hukuman budpekerti yg punya daya paksa efektif,” kata dia.

Baca juga: Pesta Kembang Api Saat Ritual Hindu, Finns Beach Club Kantongi Izin Polisi

Tody menekankan pentingnya tugas pemerintah selaku perantara yg netral untuk meraih keadilan untuk seluruh pihak, khususnya bila kedua belah pihak tidak meraih janji sendiri. Dengan keterlibatan pemerintah, pertentangan budpekerti dan pariwisata di Bali diperlukan sanggup terselesaikan secara bijaksana dan tidak berulang di masa depan.

Melalui keterlibatan proaktif, pemerintah diperlukan tidak hanya berperan selaku pemberi izin usaha, tapi juga selaku pelindung budaya setempat yg menghambat tergesernya nilai-nilai budpekerti oleh kepentingan ekonomi semata.

Artikel ini telah tayang di detikTravel. Baca selengkapnya di sini!

20D

Video: Bule Australia Penganiaya Sekuriti Finns Beach Club Kaprikornus Tersangka

20D

Video: Bule Australia Penganiaya Sekuriti Finns Beach Club Kaprikornus Tersangka


konflik adatfinns beach clubpemerintah bali

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *